Thursday, December 05, 2013

Arti Bahagia

Kuseka peluhku yang menetes sedari tadi.
Tangan kotorku pastilah membekaskan warna hitam didahi.
Aku tak peduli.
Aku terlalu bahagia malam ini.
Ya…bahagia yang sejujurnya.
Bukan pura-pura atau sekedar bahagia.

Kembali kucermati hasil karyaku sepanjang hari ini.
Sudah indah!
Tiap dahan terangkai sempurna,
Dihiasi ornament warna-warni beraneka ragam,
Terliliti lampu-lampu kecil berkerlap-kerlip mengikuti alunan nada,
Bintang emas berdiri kokoh tepat dipuncak.
Sudah sangat indah!
Tiap orang yang datang pasti akan senang memandangnya.
Itulah kebahagiaan kecilku.
Kebahagiaan sederhana.
Yang acapkali dipandang sebelah mata.
“Bahagia itu banyak uang”, seorang teman pernah bilang.
“Belanja baju dan emas permata kapan saja bisa!”
“Punya mobil keluaran terbaru, merek ternama!”
“Itulah arti bahagia!”
Mungkin temanku benar, itu juga sebuah kebahagiaan.
Bahagia untuk dia dan sebagian yang lain.
Tapi itu bukan bahagiaku.

Bahagia sejatiku tercermin dalam rangkaian pohon hasil karyaku.
Menceritakan kisah yang sudah dimulai ribuan tahun silam
Tentang seorang bayi yang lahir dipalungan
Dengan bintang besar diatasnya
Dikelilingi oleh rombongan yang tidak biasa
Namun semua bersukacita untuk hal yang sama:
Lahirnya Juruselamat dunia, Penebus dosa manusia.

Tidakkah ini kebahagiaan sejati?

[041213]

Kado untukku

Satu per satu kubuka bungkusan indah,
Yang tersusun rapi dibawah pohon cemara cantik disudut ruangan.
“Kain batik tulis dari Solo!”
Senyumku pun terkembang sambil membayangkan sosok pemberi kado.
“Terima kasih, Pakdhe,” sebutku dalam hati.
Kotak kedua pun kubuka.
Kukeluarkan porselin cantik yang tampak mahal.
“Tante pasti membeli ini dari Singapura!”
Bungkus demi bungkus kado pun mulai teronggok tinggi:
Anting, jam tangan, CD, buku, make up…
Senyumku pun makin melebar.
Pastilah aku ini sosok yang disayang.
Betapa semua orang memperhatikanku!
Bahagianya aku!

Mendadak aku merasa gamang.
Benarkah aku bahagia?
Berapa lama anting dan jam tangan baru dapat kubanggakan?
Sejam…sehari…sebulan?
Berapa lama make up bertahan membuatku cantik?
Tiga jam…lima jam…sepuluh jam?
Apakah yang sesaat ini mampu membuatku bahagia?
Kenapa aku tidak benar-benar bahagia?
Kenapa semua kado ini tidak cukup mengusir kuatirku…
Akan masa depanku?
Atau sekedar apa yang akan ku makan esok hari?
Kenapa aku gelisah, resah, dan tidak berdaya dengan semua yang kupunya?
Kenapa cinta dan perhatian sanak saudara dan teman terasa tidak cukup?
Kenapa aku tidak bahagia dengan diriku sendiri?

Lalu kuingat perayaan Natal penduduk desa miskin dikaki bukit.
Terlihat jelas sukacita ditiap wajah saat menyanyikan kidung Natal.
Ada pengharapan ditiap hati kala kisah Natal diperdengarkan.
Apakah yang mereka punyai tapi aku tidak miliki?
Mungkinkah itu Natal yang sebenarnya?
Bukan kado yang berisi banyak benda.
Bukan baju pesta yang cantik.
Bukan jejeran toples penuh kue.
Ya…bukan itu semua!
Aku seharusnya menyadarinya dari lama.

Ampunilah aku, Yesus.

[04-051213]